Hal-Hal yang Membuat Anak Patah Hati. Beginilah Patah Hatinya Seorang Anak
Melihat tumbuh kembang anak yang setiap harinya selalu menunjukan hal yang positif tentu menjadi suatu harapan dan kebanggan bagi orang tua. Seorang anak sejatinya ingin selalu diperhatikan dan mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Anak pasti akan selalu mencari orang tuanya, ketika ia ingin menceritakan pengalaman atau masalahnya.
Hal ini tentu menjadi suatu hal yang lumrah,
mengingat anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dibandingkan di
sekolah. Ketika anak sudah terbuka dan dekat dengan orang tuanya tentu anak
menjadi tidak canggung lagi dalam menceritakan segala keluh kesahnya selama bergaul
dengan temannya. Ketika orang tua mau memberikan sedikit waktu untuk
anak-anaknya, tentu anak akan merasa senang karena merasa diperhatikan dan
didengarkan perasaannya.
Nyatanya belum
semua orang tua mampu berbagi waktu dengan anak-anaknya. Padahal setiap anak
tentu ingin orang tuanya hadir dan mau memahami apa keinginannya. Banyak faktor
yang membuat orang tua menjadi kurang dekat anak-anaknya salah satunya adalah
karena kesibukan orang tua. Jika kejadian ini terus berlanjut, maka anak
menjadi seperti terabaikan dan patah hati. Ternyata patah hati tidak selalu
dirasakan oleh orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat merasakannya. Lalu,
hal-hal apa sajakah yang membuat anak kita menjadi patah hati. Yuk simak penjelasannya.
Ingin bermain
bersama Ayah, tetapi….
Salah satu hal
yang dinanti oleh seorang anak adalah menunggu ayahnya pulang bekerja. Hal ini
dilakukan karena anak ingin bermain dengan ayahnya. Namun nyatanya, setiba di rumah,
bukannya senyuman yang didapat, si ayah justru malah membentak sambil berkata “main
sendiri saja” ayah kan capai sudah kerja seharian”. Ketika anak terus merengek
meminta bermain tetapi Ayah terus menolak permintaan tersebut, tentu anak akan merasa
sedih dengan perlakuan Ayah tersebut.
Melihat respon
yang demikian tentu si anak akan terdiam, setelah itu lidah menjadi terasa
berat untuk mengajak ayahnya bermain lagi. Anak seolah merasa tidak dianggap karena
keinginannya tidak bisa dipenuhi orang tuanya. Ketika hal ini terjadi terus
menerus, tentu membuat hubungan antara anak dan Ayah menjadi tidak terlalu
dekat. Lebih bahayanya, anak bisa saja akan melampiaskan kekecewaannya melalui
tindakan-tindakan yang negatif.
Sudah belajar
keras, namun masih saja dibanding-bandingkan
Kita sebagai
orang tua harus sepenuhnya menyadari bahwa setiap anak pasti dilahirkan dengan
keunikan dan kemampuan yang berbeda-beda. Ada anak yang unggul di bidang
akademik, ada pula anak yang justru menonjol di bidang non akademik, misalnya olaharaga
dan seni. Oleh karena itu, orang tua
harus bangga dan mau menghargai kemampuan anak-anaknya.
Contohnya,
ketika anak sudah berusaha belajar keras untuk mendapatkan nilai yang bagus,
agar ia mampu membahagiakan kedua orang tuanya. Namun ternyata, si anak belum mampu
mendapatkan nilai yang sesuai dengan ekspetasi orang tua. Melihat kondisi tersebut,
orang tua sebaiknya tidak memberikan respon yang akan mematikan semangat belajar
anak. Misalnya orang tua justru melontarkan kalimat negatif yang bersifat
menyindir dan merendahkan kemampuan anak seperti “Lho, kok Cuma dapat nilainya
sedikit?, “Kalau ayah lihat soalnya, ini soal mudah loh, harusnya kamu bisa
nilai yang lebih tinggi? “Pasti kamu yang mendapat nilai yang paling rendah..ya?.
Ketika orang tua
mengucapkan kalimat negatif kepada anak-anaknya, tentu secara tidak langsung
orang tua telah merendahkan kemampuan anaknya. Anak seolah merasa tidak dihargai
hasil kerja kerasnya. Hal ini tentu membuat anak menjadi putus asa dan kurang
bersemangat belajar. Apapun hasil yang diperoleh anak, orang tua harus tetap memberikan
apresiasi atas usaha keras yang telah dilakukan. Orang tua harus berhenti membandingkan
kemampuan anaknya dengan yang lainnya. Biarkan anak tumbuh sesuai dengan bakat
dan minatnya masing-masing. Orang tua tinggal mendukung dan mengarahkan potensi
anaknya agar dapat tersalurkan dan menghasilkan prestasi.
Meminta
ditemani Ibu Belajar tetapi….
Beberapa jam bersabar
menunggu ibunya menyelesaikan tugas rumah tangganya. Datanglah masa si ibu
untuk bersantai, setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Masa
ini biasanya anak akan mendekat dan meminta ibunya untuk menemani dan membantu menyelesaikan
tugas sekolahnya. Alasan capai, biasanya yang menjadi alasan utama bagi ibu
untuk menolak menemani dan membantu mengerjakan tugas anaknya. Anak ketika
mengalami suatu kesulitan pasti akan meminta bantuan pada orang tuanya,
bantulah tugas anak semampu kita dan jangan sampai kita melontarkan kata-kata
yang justru dapat mematahkan semangat belajar si anak. Jangan pula memberikan
respon yang negatif, misalnya disaat anak meminta untuk ditemani belajar, si
ibu justru acuh dan malah asyik bermain media sosial hingga berjam-jam.
Masa anak-anak
merupakan masa yang penuh dengan keceriaan dan kebahagiaan. Di masa ini juga
anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga tidak heran anak
sering bertanya segala hal yang ingin mereka ketahui. Anak ketika belum
memahami sesuatu, biasanya mereka akan terus bertanya tentang segala macam yang
menjadi teka teki di dalam pikirannya. Hal-hal yang mengusik di pikirannya ini,
membuat anak sering bertanya kepada orang tuanya, karena si anak percaya pasti
orang tuanya dapat memberikan jawaban terkait dengan beberapa pertanyaan yang
mereka ajukan
Melihat situasi
yang seperti ini, maka orang tua hendaknya sebisa mungkin dapat memberikan jawaban
yang sekiranya dapat membantu anak dapat memahami suatu konsep tertentu. Jangan
menolak dan memberikan respon yang dapat membunuh sikap kritis dan rasa ingin
tahunya, misalnya dengan berkata “huss, anak kecil jangan banyak bertanya ya?”.
Dengan mengucapkan kalimat tersebut, secara tidak langsung kita sudah mematikan
semangat belajarnya.
Mungkin kita
sebagai orang tua, telah lelah bekerja di luar rumah atau mungkin ibu yang
seharian mengurus rumah tangga menjadikan kita enggan meluangkan sedikit waktunya
untuk bergaul dan mengisi perasaan anak setelah seharian bekerja. Kita harus
menyadari bahwa anak ternyata juga memiliki hak untuk di hargai dan didengarkan
perasaannya, bukan hanya sekedar memberikan makan, pakaian dan uang saku saja.
Anak-anak kita mempunyai
hak untuk waktu kita. Mereka mempunyai hak untuk berkomunikasi dan bercanda
dengan kita. Anak juga mempunyai hak untuk ditemani belajar, diperlakukan
secara ramah dan diperhatikan perasaannya. Dengan kita tulus memberikan
perhatian dan kasih sayang kepada anak, diharapkan mereka dapat tumbuh menjadi
pribadi yang positif
Semoga kita
bukan tergolong orang tua yang sering membuat patah hati khusunya unutk
anak-anak kita. kalaupun kita pernah melakukan kesalahan, semoga kita lekas
sadar dan berubah menjadi orang tua yang lebih baik dan mampu memahami
keinginan anak-anak kita. Kita tentu tidak ingin anak-anak kita tumbuh menjadi
pribadi yang egois, inginnya menang sendiri, tidak peduli dengan sekitarnya dan
mengabaikan hak orang lain. Oleh karena itu, ketika anak masih kecil, orang tua
harus mampu memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya, agar ketika
dewasa anak dapat meniru perilaku baik tersebut.
Post a Comment for "Hal-Hal yang Membuat Anak Patah Hati. Beginilah Patah Hatinya Seorang Anak"