Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hal-Hal yang Membuat Anak Patah Hati. Beginilah Patah Hatinya Seorang Anak

 

Hal-Hal yang Membuat Anak Patah Hati.

    Melihat tumbuh kembang anak yang setiap harinya selalu menunjukan hal yang positif tentu menjadi suatu harapan dan kebanggan bagi orang tua. Seorang anak sejatinya ingin selalu diperhatikan dan mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Anak pasti akan selalu mencari orang tuanya, ketika ia ingin menceritakan pengalaman atau masalahnya. 

    Hal ini tentu menjadi suatu hal yang lumrah, mengingat anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dibandingkan di sekolah. Ketika anak sudah terbuka dan dekat dengan orang tuanya tentu anak menjadi tidak canggung lagi dalam menceritakan segala keluh kesahnya selama bergaul dengan temannya. Ketika orang tua mau memberikan sedikit waktu untuk anak-anaknya, tentu anak akan merasa senang karena merasa diperhatikan dan didengarkan perasaannya.

    Nyatanya belum semua orang tua mampu berbagi waktu dengan anak-anaknya. Padahal setiap anak tentu ingin orang tuanya hadir dan mau memahami apa keinginannya. Banyak faktor yang membuat orang tua menjadi kurang dekat anak-anaknya salah satunya adalah karena kesibukan orang tua. Jika kejadian ini terus berlanjut, maka anak menjadi seperti terabaikan dan patah hati. Ternyata patah hati tidak selalu dirasakan oleh orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat merasakannya. Lalu, hal-hal apa sajakah yang membuat anak kita menjadi patah hati. Yuk simak penjelasannya.

Ingin bermain bersama Ayah, tetapi….

    Salah satu hal yang dinanti oleh seorang anak adalah menunggu ayahnya pulang bekerja. Hal ini dilakukan karena anak ingin bermain dengan ayahnya. Namun nyatanya, setiba di rumah, bukannya senyuman yang didapat, si ayah justru malah membentak sambil berkata “main sendiri saja” ayah kan capai sudah kerja seharian”. Ketika anak terus merengek meminta bermain tetapi Ayah terus menolak permintaan tersebut, tentu anak akan merasa sedih dengan perlakuan Ayah tersebut.

    Melihat respon yang demikian tentu si anak akan terdiam, setelah itu lidah menjadi terasa berat untuk mengajak ayahnya bermain lagi. Anak seolah merasa tidak dianggap karena keinginannya tidak bisa dipenuhi orang tuanya. Ketika hal ini terjadi terus menerus, tentu membuat hubungan antara anak dan Ayah menjadi tidak terlalu dekat. Lebih bahayanya, anak bisa saja akan melampiaskan kekecewaannya melalui tindakan-tindakan yang negatif.

Sudah belajar keras, namun masih saja dibanding-bandingkan

    Kita sebagai orang tua harus sepenuhnya menyadari bahwa setiap anak pasti dilahirkan dengan keunikan dan kemampuan yang berbeda-beda. Ada anak yang unggul di bidang akademik, ada pula anak yang justru menonjol di bidang non akademik, misalnya olaharaga dan seni.  Oleh karena itu, orang tua harus bangga dan mau menghargai kemampuan anak-anaknya.

    Contohnya, ketika anak sudah berusaha belajar keras untuk mendapatkan nilai yang bagus, agar ia mampu membahagiakan kedua orang tuanya. Namun ternyata, si anak belum mampu mendapatkan nilai yang sesuai dengan ekspetasi orang tua. Melihat kondisi tersebut, orang tua sebaiknya tidak memberikan respon yang akan mematikan semangat belajar anak. Misalnya orang tua justru melontarkan kalimat negatif yang bersifat menyindir dan merendahkan kemampuan anak seperti “Lho, kok Cuma dapat nilainya sedikit?, “Kalau ayah lihat soalnya, ini soal mudah loh, harusnya kamu bisa nilai yang lebih tinggi? “Pasti kamu yang mendapat nilai yang paling rendah..ya?.

    Ketika orang tua mengucapkan kalimat negatif kepada anak-anaknya, tentu secara tidak langsung orang tua telah merendahkan kemampuan anaknya. Anak seolah merasa tidak dihargai hasil kerja kerasnya. Hal ini tentu membuat anak menjadi putus asa dan kurang bersemangat belajar. Apapun hasil yang diperoleh anak, orang tua harus tetap memberikan apresiasi atas usaha keras yang telah dilakukan. Orang tua harus berhenti membandingkan kemampuan anaknya dengan yang lainnya. Biarkan anak tumbuh sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing. Orang tua tinggal mendukung dan mengarahkan potensi anaknya agar dapat tersalurkan dan menghasilkan prestasi.

Meminta ditemani Ibu Belajar tetapi….

    Beberapa jam bersabar menunggu ibunya menyelesaikan tugas rumah tangganya. Datanglah masa si ibu untuk bersantai, setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Masa ini biasanya anak akan mendekat dan meminta ibunya untuk menemani dan membantu menyelesaikan tugas sekolahnya. Alasan capai, biasanya yang menjadi alasan utama bagi ibu untuk menolak menemani dan membantu mengerjakan tugas anaknya. Anak ketika mengalami suatu kesulitan pasti akan meminta bantuan pada orang tuanya, bantulah tugas anak semampu kita dan jangan sampai kita melontarkan kata-kata yang justru dapat mematahkan semangat belajar si anak. Jangan pula memberikan respon yang negatif, misalnya disaat anak meminta untuk ditemani belajar, si ibu justru acuh dan malah asyik bermain media sosial hingga berjam-jam.

    Masa anak-anak merupakan masa yang penuh dengan keceriaan dan kebahagiaan. Di masa ini juga anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga tidak heran anak sering bertanya segala hal yang ingin mereka ketahui. Anak ketika belum memahami sesuatu, biasanya mereka akan terus bertanya tentang segala macam yang menjadi teka teki di dalam pikirannya. Hal-hal yang mengusik di pikirannya ini, membuat anak sering bertanya kepada orang tuanya, karena si anak percaya pasti orang tuanya dapat memberikan jawaban terkait dengan beberapa pertanyaan yang mereka ajukan

    Melihat situasi yang seperti ini, maka orang tua hendaknya sebisa mungkin dapat memberikan jawaban yang sekiranya dapat membantu anak dapat memahami suatu konsep tertentu. Jangan menolak dan memberikan respon yang dapat membunuh sikap kritis dan rasa ingin tahunya, misalnya dengan berkata “huss, anak kecil jangan banyak bertanya ya?”. Dengan mengucapkan kalimat tersebut, secara tidak langsung kita sudah mematikan semangat belajarnya.

    Mungkin kita sebagai orang tua, telah lelah bekerja di luar rumah atau mungkin ibu yang seharian mengurus rumah tangga menjadikan kita enggan meluangkan sedikit waktunya untuk bergaul dan mengisi perasaan anak setelah seharian bekerja. Kita harus menyadari bahwa anak ternyata juga memiliki hak untuk di hargai dan didengarkan perasaannya, bukan hanya sekedar memberikan makan, pakaian dan uang saku saja.

    Anak-anak kita mempunyai hak untuk waktu kita. Mereka mempunyai hak untuk berkomunikasi dan bercanda dengan kita. Anak juga mempunyai hak untuk ditemani belajar, diperlakukan secara ramah dan diperhatikan perasaannya. Dengan kita tulus memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak, diharapkan mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang positif

    Semoga kita bukan tergolong orang tua yang sering membuat patah hati khusunya unutk anak-anak kita. kalaupun kita pernah melakukan kesalahan, semoga kita lekas sadar dan berubah menjadi orang tua yang lebih baik dan mampu memahami keinginan anak-anak kita. Kita tentu tidak ingin anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang egois, inginnya menang sendiri, tidak peduli dengan sekitarnya dan mengabaikan hak orang lain. Oleh karena itu, ketika anak masih kecil, orang tua harus mampu memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya, agar ketika dewasa anak dapat meniru perilaku baik tersebut.


Setiono, S.Pd., Gr.
Setiono, S.Pd., Gr. Seorang guru MI yang menyukai dunia blogging dan teknologi.

Post a Comment for "Hal-Hal yang Membuat Anak Patah Hati. Beginilah Patah Hatinya Seorang Anak"