Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahaya Anak Kecil Menjadi Korban Konten Sosial Media

Bahaya Anak Kecil Menjadi Korban Konten Sosial Media Orang Tuanya.

 

    Adanya perkembangan zaman dan majunya teknologi, membuat kita dengan mudah memperoleh informasi dan mengkses berbagai macam platform populer saat ini seperti youtube, tiktok, instagram dan yang lainnya.  Tentu kita semua tidak dapat menghindari adanya perubahan ini. Adanya beberapa platform online tersebut tentu ada sisi positif dan negatifnya. Beberapa platform populer di atas tentu sudah sangat familiar di indonesia, apalagi Indonesia menjadi salah satu pengguna terbesar dari aplikasi tersebut. 

    Setiap harinya banyak konten yang dibuat dan diupload oleh para konten kreator di platform tersebut. Apalagi untuk sekarang, setiap konten yang kita buat dapat diubah menjadi penghasilan yang menjanjikan. Setiap konten tersebut biasanya akan di sisipi iklan yang nantinya setiap iklan yang tampil di video yang kita tonton atau klik maka akan menghasilkan pundi-pundi uang.

    Kemampuan menghasilkan uang ini, biasanya menjadi salah satu daya tarik bagi orang untuk ikut serta membuat akun dan berlomba-lomba untuk membuat konten yang menarik dan unik. Banyak orang yang terinspirasi untuk ikut membuat dan meniru suatu konten dengan jumlah penonton terbanyak. Namun, tidak semua konten yang ada di sosial media semuanya baik untuk ditiru. Oleh karena itu sebelum membuat konten, kita haus terlebih dahulu menyeleksi dan memikirkan apakah konten itu bermanfaat atau tidak. Mengingat di sosial media ada banyak juga konten dengan jumlah views banyak, tetapi justru video tersebut memuat unsur-unsur negatif seperti kekerasan, bullying dan lainnya.

    Semua lapisan masyarakat saat ini, hampir semuanya sudah memiliki ponsel pintar. Semakin terjangkaunya harga perangkat selular dan kuota intenet membuat mereka dapat dengan mudah membeli dan memanfaatkan perangkat tersebut untuk mencari informasi atau hanya sekedar sarana untuk hiburan. Semakin masifnya penggunaan sosial media dibarengi dengan jaringan intenet yang cepat. Hal ini menjadi salah satu pemicu munculnya puluhan hingga ratusan konten kreator baru, salah satunya yaitu dari orang tua.

    Sekarang banyak orang tua yang juga ikut membuat akun dan membuat konten yang melibatkan anak di dalam kontennya. Melihat fenomena yang seperti ini, tentu menjadi suatu keprihatianan bersama, terutama jika konten tersebut hanya memanfaatkan anak sebagai objek video. Disaat orang tua akan membuat konten, kadang mereka tidak memperhatikan kondisi emosi anak. Padahal anak tentu masih mempunyai hak untuk menolak ajakan orang tua saat akan membuat konten, namun karena ketidaktahuannya dan kepolosan si anak, tentu anak tidak dapat berbuat apa-apa dan mengiyakan kemauan orang tua.

    Tetapi jika hal ini dilakukan orang tua secara terus menerus, tentu hal ini akan memberikan dampak yang tidak baik bagi perkembangan anak. Saat ini telah banyak orang tua yang membuat konten dengan melibatkan anaknya. Salah satu konten yang banyak dibuat yakni tentang konten prank kepada anak.

    kita sering melihat suatu konten orang dewasa yang melibatkan anak kecil di dalamnya videonya, tetapi ketika video tersebut jika dicermati ternyata memuat unsur yang sangat membahayakan bagi si anak. Bagi orang dewasa tentu menganggap bahwa konten yang dibuat tersebut sebagai sesuatu yang menghibur dan akan mendatangkan banyak penonton dalam hitungan menit. Konten yang hanya dibuat untuk mengikuti trend tanpa mempertimbangan secara matang dampak yang akan ditimbulkan, tentu ini merupakan keputusan yang tidak bijak dan cenderung mementingkan kepentingan pribadi saja.

    Banyak anak yang telah menjadi korban akibat dari konten orang tua atau saudaranya. Banyak orang dewasa saat ini menganggap bahwa konten yang menurut pandangan mereka dianggap sesuatu yang lucu dan menghibur, tetapi nyatanya konten tersebut memiliki dampak negatif bagi si korban. Contohnya saat ini sedang viral konten mengajak anak masuk ke dalam ruangan, di saat anak memasuki ruangan, pintu ditutup dan anak langsung di tinggal sendirian dan tidak jeda lama muncul suara hantu. 

    Jika anak dalam kondisi tersebut, anak tentu akan merasakan ketakutan dan menimbulkan trauma yang mendalam. Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi perkembangan mereka seperti anak menjadi pribadi penakut dan tidak berani untuk tidur sendiri di kamar. Tentu untuk dapat memulihkan kembali keberanian anak, orang tua harus melakukan pendekatan dan perlakuan khusus kepada anak tersebut.

    Contoh konten lainnya ialah ketika anak kecil tidak bisa lepas dari gadget miliknya. Maka bermunculan konten yaitu orang tua mewarnai area di sekitar matanya menjadi hitam, aksi ini tentu dilakukan ketika anak sedang terlelap tidur. Konten tersebut selanjutnya dibuat ketika anak terbangun dari tidurnya sambil memberikan cermin kepada si anak. Oleh karena itu, disaat anak memandang mukanya, anak langsung menangis dan merasa ketakutan ketika memandang wajahnya. Cara tersebut dimaksudkan agar anak tidak lagi terlalu lama bermain dengan gadgetnya karena akan merusak kesehatan dan menjadikan anak enggan untuk melakukan aktivitas lainnya. 

    Namun, cara yang dilakukan tersebut merupakan contoh cara yang tidak diperkenankan, karena akan menimbulkan trauma yang berkepanjangan bagi anak. Masih ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua, agar anaknya tidak lagi kecanduan dengan gadget miliknya. Misalkan dengan memberikan pembatasan jam pengggunaan, mengontrol konten yang ditonton anak, memberikan kesibukan pada anak  misalnya dengan memberikan permainan edukatif  atau mengajak anak kita untuk mengikuti les sesuai dengan bakat dan minatnya.

    Ketika anak sudah mengalami sesuatu hal yang membuatnya tidak nyaman, tentu anak enggan untuk kembali mengulangi rasa itu lagi. Rasa trauma yang di alami oleh anak, jika dibiarkan begitu saja tanpa adanya pemulihan maka ini akan berdampak buruk bagi perkembangan emosi dan sosial anak.

    Oleh karena itu, kita sebagai orang tua harus bijak dalam membuat konten di sosial media. Kita jangan mementingkan ego kita sendiri, hanya demi sebuah konten yang sedang viral di sosial media. Konten yang ada di sosial meda tidak semua dapat kita tiru, terutama jika harus melibatkan anak di dalam pembuatannya. Apalagi jika konten tersebut mengandung unsur bahaya dan akan menimbulkan trauma bagi anak. Maka lebih baik, orang tua tidak perlu memaksakan untuk membuat konten tersebut hanya demi mendapatkan ratusan banyak penonton. Orang tua boleh saja membuat konten dengan anak-anaknya tetapi jika konten tersebut positif, bermanfaaat bagi penonton dan tentu tidak membahayakan bagi anak.

Setiono, S.Pd., Gr.
Setiono, S.Pd., Gr. Seorang guru MI yang menyukai dunia blogging dan teknologi.

Post a Comment for "Bahaya Anak Kecil Menjadi Korban Konten Sosial Media"