Pentingnya Guru memiliki 3E (Encouraging, Empowering, dan Empathic)
Guru harus memiliki 3E (Encouraging, Empowering, dan Empathic)
Guru adalah salah satu profesi yang mulia, sehingga guru mempunyai
kedudukan khusus di masyarakat. Dalam pandangan masyarakat guru juga memiliki
tempat tersendiri. Sehari-hari mereka dikenal sebagai pengajar. Setiap hari
mereka pergi ke sekolah untuk mengajar siswa-siswanya. Namun, pada zaman sekarang
kedudukan guru tidak hanya dipandang sebagai pengajar di kelas, namun mereka
diharapkan pula tampil sebagai pendidik, bukan saja terhadap anak didiknya di
kelas melainkan juga sebagai pendidik di masyarakat yang seyogyanya memberikan
teladan yang baik kepada seluruh masyarakat. Disaat guru berhasil memenuhi
harapan masyarakat, maka secara otomatis ia pun dapat diterima dan dan dikenal
sebagai pribadi yang bisa menjadi teladan. Sebagai seorang guru, orang tua yang
menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan tersebut juga berharap mendapatkan
sosok guru yang baik, ramah, sopan, ahli dalam mengajar dan mendidik, mampu
mengarahkan anak didiknya menjadi pribadi yang pintar, berakhlak mulia dan
dapat mengasah bakat mereka. Melihat kondisi anak yang memiliki latar belakang
yang beragam dan level kognitif yang tentunya juga berbeda maka guru kadang
tidak secara maksimal mampu mengakomodir semua keberagaman dari masing-masing
anak didik nya. Di tengah keberagaman tersebut guru juga harus terus berusaha
memberikan yang terbaik dan tidak pilih kasih. Untuk menghadapi keberagaman
tersebut setidaknya ada tiga hal yang harus guru lakukan yaitu Encouraging,
Empowering dan Emphathic. Ketiga hal tersebut akan saya jelaskan
lebih lanjut melalui tulisan ini.
To Encourage artinya mendorong, sebagai
guru hendaknya mampu mendorong murid-muridnya untuk rajin belajar dan mendorong
ke hal-hal yang positif seperti memberikan semangat dalam belajar untuk
mencapai cita-citanya. Dorongan kepada muridnya untuk meningkatkan rasa percaya
dirinya. Mendorong muridnya untuk mau dan berani berpendapat/berekspesi dan
dorongan untuk mengembangkan bakat dan minatnya sesuai dengan keinginannya. Dorongan
tersebut dapat berupa kata-kata penyemangat seperti “kamu bisa”, “kamu pasti
berhasil” dan “kamu pasti mampu melakukannya”. Kata-kata sederhana itu dapat
mendorong dan menjadi penyemangat murid-muridnya untuk berani mencoba dan tidak
pesimis.
Empowering artinya memberdayakan. Guru
harus mampu memberdayakan muridnya terutama dalam bakat dan potensi yang
dimilikinya sehingga menjadi terarah dan lebih optimal. Guru harus mampu
melihat bakat dan minat anak untuk kemudian memupuk dan mendorong dan
memfasilitasi agar bakat dan minat anak itu terus berkembang. Setiap siswa memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda.
Ada yang menonjol dalam bidang olahraga, ada yang menyukai bidang seni, ada
anak yang memiliki bakat dibidang akademik dan ada pula anak yang memiliki
bakat lebih dari satu bidang. Oleh karena itu, guru harus mampu mengidentifikasi bakat
setiap muridnya agar dapat memberikan pengarahan dan mengembangkannya sesuai
dengan bakat dan minat yang dimiliki. Jika bakat dan minat murid terasah dengan
baik, maka tidak akan sulit bagi siswa untuk meraih prestasi baik dalam bidang
akademik maupun non akademik.
Untuk mengembakan bakat anak tidak hanya tugas
guru saja, tetapi harus ada kerjasama dengan orang tuanya. Setelah bakat dan
minat anak diidentifikasi, selanjutnya guru dapat mengarahkan dan melatih bakat
anak kepada orang yang ahli dibidangnya. Terakhir, jika anak sudah diarahkan
dan berlatih maka cobalah anak diikutkan untuk mengikuti lomba yang sesuai
dengan bakatnya. Selain akan menumbuhkan rasa optimis dan percaya diri, hal ini
juga akan menjadikan evaluasi bagi si anak dan pelatih terkait dengan hasil
yang telah diperoleh ketika mengikuti perlombaan tersebut. Evaluasi ini dapat
dijadikan pelajaran bagi anak tentang kelebihan dan kekurangannya sehingga saat
mengikuti event kejuaraan selanjutnya hasilnya menjadi lebih baik.
Hal terakhir yang harus dimiliki guru adalah
emphaty. Emphaty adalah turut merasakan dan melayani apa yang dirasakan dan
diperlukan oleh murid dalam proses pembelajaran. Rasa empati guru terhadap
murid perlu ditingkatkan mengingat saat ini masih banyak murid yang orang
tuanya miskin sehingga terbatas dalam memfasilitasi kebutuhan anaknya. Sebagian
murid-murid di kelas kita kadang masih ditemui kondisi perekonomian keluarganya
yang serba kekurangan. Kondisi ekonomi yang seperti ini memang sangat
memprihatinkan. Rasa empati guru terhadap muridnya dapat ditunjukan dengan
tidak merendahkan martabat mereka di depan teman-temannya, karena mereka
sejatinya perlu dilindungi dan dibangkitkan semangatnya. Jika perlu guru dapat
membantu memberikan jalan keluar terbaik bagi murid yang berada di kriteria
ekonomi susah, misalnya dengan cara mencarikan beasiswa untuknya.
Ternyata tugas seorang guru sangat berat. Saat
mengajar dan murid yang gagal maka naluri seorang guru akan merasakan
betapa sedihnya peserta didik tersebut. Apalagi kalau teman-temannya tidak
mendukungnya malah mengejeknya atau mentertawakan. Oleh karena itu guru juga
harus mendorong peserta didik lain ikut merasakan kesedihan dengan kegagalan
temannya tersebut. Oleh karena itu, untuk menanamkan empati terhadap anak
didiknya maka guru harus terlebih dahulu mempraktikkan atau menjadikan empati
sebagai bagian penting karakternya dalam kehidupan sehari-hari. Intinya guru
harus terlebih dahulu menjadi figur teladan yang menerapkan sikap empati tersebut.
Sebagai contoh guru dapat mengunjungi murindya yang sedang sakit, membantu murid
yang sedang kesusahan, membantu murid dengan beban ekonomi yang berat dan
sebagainya. Langkah ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa empati dalam diri murid.
Semoga tulisan saya ini dapat bermanfaat bagi Bapak dan Ibu
Guru di Indonesia, tetap yakin dan optimis bahwa kita mampu mengemban amanah
sebagai guru ini meskipun banyak sekali cobaan dan rintangan yang datang.
Sukses dan sehat selalu untuk kita semua.
Post a Comment for "Pentingnya Guru memiliki 3E (Encouraging, Empowering, dan Empathic)"